Pemimpin Bali Menurut “Kawula Bali”


Berbicara tentang “Pemimpin” adalah mengurai kwalitas individu dan seni seseorang dalam melaksanakan kepemimpinan. Dari sekian banyak Pemimpin Bali dalam beberapa kurun waktu pemerintahan, rakyat Bali yang seharusnya memberi penilaian terhadap suatu kepemimpinan secara independent, bukan dari suara kelompok ataupun pengamat yang sering berputar-putar dan bias dalam memberikan ”judgement” tanpa memberikan tolak ukur yang jelas mengenai kritera ”Pemimpin Bali” yang diharapkan.

Tulisan-tulisan berikut ini dibuat oleh ”rakyat kecil” merupakan sebagian kecil informasi yang mungkin dapat dipakai sebagai acuan pemahaman dalam menentukan pemimpin Bali seperti yang diharapkan. Paling tidak dari sekian banyak tipe pemimpin yang pernah memimpin Bali, rakyat Bali mampu menunjukkan manakah yang terbaik dalam memajukan Pulau Bali.

Seseorang pemimpin formal maupun informal, besar maupun kecil melaksanakan kepemimpinan yang berbeda derajat, bobot daerah jangkauan maupun sasaran yang hendak diwujudkan. Tetapi suatu hal yang pasti adalah; pemimpin dan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Sebab pemimpin tanpa tujuan tidak ada artinya.

Negarawan Prancis, Charles de Gaulee, berpendapat bahwa ”Tak ada suatu yang besar tercipta tanpa orang besar dan menjadi besar karena mereka menginginkannya besar”. Dengan ungkapan itu ia hendak menegaskan, bahwa untuk mewujudkan tujuan besar suatu masyarakat atau bangsa memerlukan pemimpin dan kepemimpinan yang memiliki kemauan dan kemampuan yang besar. Semakin besar tujuan yang hendak dicapai, semakin besar pula potensi kepemimpinan yang diperlukan.

Selain terikat dengan tujuan yang hendak dicapai, maka kepemimpinan tak dapat dilepaskan dengan masyarakat yang dipimpin. Tanpa masyarakat, seorang pemimpin tidak mempunyai fungsi, kehadirannya tak mempunyai arti.

Masyarakat di Pulau Bali adalah masyarakat mayoritas Hindu yang dibungkus rapi oleh adat dan budaya lokal sebagai warisan turun temurun. Memimpin Bali berarti memahami tata susunan masyarakat Hindu di Bali. Selain itu, modernisasi juga menuntut kepemimpinan yang mutakhir yaitu kepemimpinan yang menerapkan pengetahuan ilmiah dan keterampilan teknis untuk menggerakkan masyarakat yang dipimpinnya, agar dapat berkembang menuju cita-citanya dalam dunia yang teknologinya maju. Dengan tanpa mengabaikan pendekatan manusiawi, karena yang dipimpin adalah manusia.

Dalam ajaran Hindu, seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat intelek, karakter, rasa tanggung jawab, kesiapsiagaan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Intelegensi. Intelegensi adalah kemampuan dalam mengobserpasi pengetahuan, kemampuan menghadapi situasi baru; kemampuan melihat hubungan antara kenyataan dalam suatu situasi. Dengan intelegensi yang tinggi, seorang pemimpin mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat.
  2. Karakter. Karakter adalah sifat-sifat pribadi yang berhubungan dengan nilai. Karakter meliputi semua gejala pada seseorang yang dilihat dari pandangan benar atau tidaknya, baik atau buruknya. Gejala karakter ini dilihat dari kesungguhan, kejujuran dan kepercayaannya, serta rasa keadilan, etika yang tinggi dan kebenaran.
  3. Kesiapsiagaan. Adalah selalu awas dan waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi dengan memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi.
  4. Satya. Yaitu kesetiaan dan kejujuran. Kesetiaan dan kejujuran merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Satya ini ada lima yang disebut Panca Satya yaitu:
  • Satya hredaya: yaitu jujur terhadap diri sendiri.
  • Satya wacana: yaitu setia pada ucapan atau perkataan (konsekuen pada ucapan).
  • Satya semaya: yaitu selalu menepati atau memenuhi janji yang pernah diucapkan atau dijanjikan.
  • Satya mitra: yaitu setia pada sahabat dan rakyat.
  • Satya laksana: yaitu jujur dalam perbuatan.

Disamping syarat diatas, terdapat beberapa syarat lagi yang harus dipenuhi seperti uraian di bawah ini.

Sad Warnaning Raja Niti

Sad Warnaning Rajaniti atau sering disebut sad sasana yaitu enam sifat utama dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang raja yaitu:

  1. Abhicanika: artinya seorang raja atau pemimpin harus mampu menarik perhatian positif dari rakyatnya.
  2. Prajna: artinya seorang pemimpin atau raja harus bijaksana.
  3. Utsaha: artinya seorang pernimpin atau raja harus memiliki daya kreatif yang benar.
  4. Atma sampad: artinya seorang pernimpin harus memiliki moral yang luhur.
  5. Sakya Samanta: seorang pemimpin harus mampu mengontrol bawahannya dan sekaligus mampu memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik.
  6. Aksudra Parisatha: seorang raja atau pemimpin harus mampu memimpin sidang para mentrinya dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana sehingga dapat diterima oleh pihak yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Catur Kotamaning Nrepati

Ada beberapa sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang pimpinan atau raja yang disebut Catur Kotamaning Nrepati yaitu:

  1. Jnana Wisesa Sudha: yaitu memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Maksudnya soorang pemimpin harus mengerti dan menghayati ajaran-ajaran agama.
  2. Kaprahitaning Praja: artinya seorang pernimpin harus menunjukkan belas kasihan kepada rakyat. Maksudnya seorang pimpinan harus betul-betul menolong rakyat yang menderita dengan perbuatan yang nyata. Pertolongan itu bersifat materiil dan sepirituil.
  3. Kawiryan: artinya pemimpin harus berwatak pemberani. Berani dalam arti menegakkan kebenaran dan menolong rakyat yang menderita, harus dilaksanakan dengan penuh keberanian, karena membela rakyat yang menderita, memang penuh tantangan dan risiko.
  4. Wibawa: artinya seorang pemimpin harus berwibawa terhadap bawahan, dan rakyatnya. Seorang pemimpin akan mempunyai wibawa apabila ia menegakkan kebenaran serta dapat membela kepentingan rakyat yang menderita.

Tri Upaya Sandhi

Di sini diharapkan agar pemimpin memiliki tiga (3) upaya untuk menghubungkan dirinya dengan rakyat. Ketiga upaya tersebut ialah:

  1. Rupa: artinya seorang pernimpin harus mengamat-ngamati wajah daripada rakyatnya. Karena roman muka dari rakyat, akan dapat mengetahui keadaan batin dari rakyat itu sendiri. Karena dari pancaran wajah itu, seorang .pemimpin dapat mengetahui apakah rakyatnya sedang bahagia atau sedang susah.
  2. Wangsa: artinya suku (bangsa). Seorang pemimpin harus mengetahui susunan masyarakat (stratifikasi sosial dari rakyatnya). Dengan mengetahui hal tersebut seorang pimpinan dapat menentukan sistem pendekatan atau motivasi yang harus dilakukan dalam masyarakat tersebut.
  3. Guna:artinya seorang pimpinan harus mengetahui tingkat pengertian dan pengetahuan dan kemampuan dari rakyatnya.

Panca Upaya Sandhi

Ada lima upaya yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menghadapi musuh maupun dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi tanggung jawabnya. Kelima hal itu disebut dengan istilah Panca Upaya Sandhi, yaitu:

  1. Maya: ialah seorang pemimpin harus melakukan upaya dalam mengumpulkan data atau permasalahan yang belum jelas kedudukannya.
  2. Upeksa: yaitu upaya untuk meneliti dan menganalisa semua bahan-bahan berupa data dan informasi tersebut untuk dapat meletakkan setiap data dan permasalahan itu menurut proporsinya.
  3. Indra Jala: artinya suatu upaya untuk mencarikan jalan ke luar dalam memecahkan setiap permasalahan yang sedang dihadapi.
  4. Wikrama: artinya suatu upaya untuk melaksanakan semua kegiatan yang telah dirumuskan pada tingkat Indra Jala.
  5. Lokika: artinya setiap tindakan yang ditempuh harus selalu mendapat pertimbangan. Pertimbangan akal sehat, logis dan masuk akal. Jangan bertindak berdasarkan emosi semata-mata.

Asta Brata

Asta Berata artinya delapan ajaran utama mengenai kepemimpinan. .Asta Berata merupakan petunjuk Rama kepada adiknya Bharata yang akan dinobatkan menjadi Raja Ayodya. Asta Berata disimpulkan dengan sifat-sifat utama dari alam semesta yang hendaknya dimiliki oleh setiap pemimpin. Adapun Asta Berata itu adalah:

1. Indra Berata.

Pemimpin harus berwibawa dan dalam tindakannya senantiasa memperjuangkan kemakmuran bagi rakyat, seperti hujan yang dapat menyuburkan tumbuh-tumbuhan.

2. Yama Berata.

Pemimpin hendaknya mengikuti sifat-sifat Hyang Yama yaitu berani menegakkan keadilan menurut hukum yang berlaku untuk mengayomi masyarakat.

3. Surya Berata.

Pemimpin hendaknya mempunyai sifat-sifat yang dimiliki oleh Surya atau Matahari sebagai sumber energi, memberi semangat dan kekuatan pada kehidupan yang penuh dinamika.

4. Candra Berata.

Pemimpin hendaknya mampu memberikan penerangan kepada pengikut-pengikutnya dan masyarakat yang ada dalam kegelapan. Pemimpin harus menampilkan wajah yang penuh kesejukan dan penuh simpati, sehingga masyarakat merasa tenteram di bawah pengayomannya.

5. Bhayu Berata.

Pemimpin hendaknya ibarat angin, selalu berada di tengah-tengah masyarakat dan membawa kesegaran. Pemimpin harus selalu turun ke bawah untuk denyut kehidupan masyarakat.

6. Danada/Kwera Berata.

Pemimpin harus bijaksana dalam mempergunakan dana atau uang, jangan menjadi pemboros yang akan dapat merugikan negara dan rakyat. ”Danada berata” disebut juga ”artha berata” berarti pimpinan harus mampu mempergunakan uang sehemat mungkin.

7. Baruna Berata.

Pemimpin hendaknya memiliki wawasan yang luas, sanggup mengatasi setiap gejolak dengan penuh kearifan. Disamping itu pemimpin harus dapat mengatasi berbagai macam hambatan seperti: pengacauan politik, pencurian dan kenakalan remaja.

8. Agni Berata.

Pemimpin harus memiliki sifat kesatria yang disertai dengan semangat yang tinggi bagaikan api yang tak akan berhenti membakar, sebelum apa yang dibakar itu habis terbakar.

 Nawa Natya

Pemimpin harus memiliki kebijaksanaan. Adapun orang-orang yang patut dipilih sebagai pimpinan dan pembantu pimpinan adalah orang yang memenuhi 9 ketentuan yang disebut Nawa Natya yaitu:

  1. Pradnya Nidagda: yaitu bijaksana dan mahir dalam berbagai ilmu sehingga dengan demikian akan menjadi orang yang bijaksana serta teguh dalam pendiriannya.
  2. Wira Sarwa Yudha: yaitu pemberani, pantang menyerah dalam setiap peperangan atau menghadapi berbagai tantangan.
  3. Paramartha: yaitu memiliki sifat yang mulia dan luhur.
  4. Dhirotsaha: Tekun dan ulet dalam mensukseskan setiap pekerjaan.
  5. Pragivakya: Pandai berbicara di depan umum maupun berdiplomasi.
  6. Samaupaya: yaitu selalu setia pada janji yang pernah diucapkan.
  7. Laghawangartha: tidak bersifat pamerih atau loba terhadap harta benda.
  8. Wruh ring sarwa bastra: pintar dan bijaksana dalam mengatasi segala kerusuhan yang terjadi.
  9. Wiweka: yaitu dapat membeda-bedakan mana yang salah dan mana yang benar.

Panca Dasa Pramiteng Prabu

Dalam Negara Kerta Gama Rakawi Prapanca, melukiskan keutamaan sifat-sifat Gajah Mada sebagai maha patih Kerajaan Majapahit. Sifat-sifat yang utama menyebabkan Gajah Mada berhasil untuk memimpin Kerajaan Majapahit. Sifat-sifat utama tersebut ada 15 yang disebut ”Panca Dasa Pramiteng Prabu” yang terdiri dari:

1. Wijayana.

Wijayana adalah ajaran yang mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sikap yang tenang dan bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan, atau dalam melaksanakan kewajiban. Pemimpin harus bertindak benar sebab kebenaran adalah sumber kejayaan. Pemimpin yang arif adalah pemimpin yang dapat bertindak adil dan tidak menganaktirikan salah satu anggotanya. Dalam hal ini seorang pemimpin harus mempraktekkan ajaran ”Tat Twam Asi”.

2. Mantri Wira.

Mantri Wira merupakan ajaran untuk memupuk jiwa yang teguh untuk berani membela kebenaran dalam keadaan bagaimanapun juga.

3. Wicaksaneng Naya.

Berlaku bijaksana dalam segala tindakan. Kebijaksanaan inilah yg menempatkan posisi patih Gajah Mada selalu tepat dalam pergaulan baik dengan kalangan pejabat maupun ditengah-tengah rakyat. Dengan kebijaksanaan ini pula, Patih Gajah Mada menempatkan Majapahit sebagai pengayom masyarakat di kawasan Nusantara.

4. Natang Wan

Natang Wan artinya mendapat kepercayaaan dari rakyat. Di sini dicontohkan oleh pribadi Patih Gajah Mada yang patut dijadikan teladan adalah karena ia tidak pernah mengabaikan kepercayaan rakyat yang telah dilimpahkan kepadanya. Karena rasa tanggung jawabnya yang besar, kepercayaan itu tak pernah tergoyahkan.

5. Satya Bhakti Aprabu.

Sifat setia dengan hati yang tulus dan ikhlas kepada negara dan masyarakat. Jadi selama setengah abad lamanya (1319 – 1364) Patih Gajah Mada selalu penuh pengabdian dan kesetiaan.

6. Wakmiwak.

Yaitu pasih mengutarakan pendapat, khususnya dalam mempertahankan argumentasi berdasarkan kebenaran-kebenaran yang ada.

7. Sarjawa Upa Sawa.

Yaitu tingkah laku yang memperlihatkan kerendahan hati, berwajah cerah, tulus ikhlas, jujur dan sabar. Sifat ini harus dimiliki bila seseorang ingin menjadi pemimpin yang disegani.

8. Dhirot saha.

Selalu bekerja rajin dan tekun yang dilandasi keteguhan hati. Sebab dalam hati yang teguh akan muncul keberanian dan kesetiaan.

9. Teulelana.

Berketetapan hati, tahan uji dan tak mudah terombang-ambing oleh keadaan sekitar.

10. Dibyacita.

Selalu berhati terbuka dengan hubungan dengan orang lain. Selalu siap mendengarkan pikiran dan pendapat orang lain, meskipun terdapat pendapat yang bertentangan dengan pendapat pribadinya.

11. Tan Satresna.

Tidak menonjolkan kepentingan pribadi atau golongan. Di sini dicontohkan oleh Patih Gajah Mada tak mau didewa-dewakan atau disanjung dengan berlebih-lebihan.

12. Masih Sasta buana.

Menyayangi dunia dengan seluruh isinya. Di sini mengandung maksud bahwa alam ini harus dijaga kelestariannya. Jangan merusak lingkungan, karena dapat mengakibatkan bencana bagi kehidupan manusia.

13. Gineng Prati Dina.

Selalu berusaha berbuat baik dan menyingkirkan perbuatan buruk. Sifat ini timbul dari keyakinan terhadap karma phala yang mengajarkan bahwa siapapun yang menanam kebaikan, ia akan memetik buah yang baik, dan demikian juga sebaliknya, siapa yang menabur kejelekan maka ia akan memanen hasil yang jelek pula.

14. Sumantri.

Sifat untuk menjadi abdi negara yang baik, tanpa memperhitungkan jabatan basah atau jabatan kering.

15. Amayaken musuh.

Selalu bertindak tegas menghadapi lawan. Bila perlu lawan/ musuh yang membahayakan harus dimusnahkan. Sebaliknya untuk mereka yang menunjukkan kesetiaan kepada negara harus atau perlu diberikan penghargaan.

Upaya Guna

Dalam Nitisastra disebutkan bahwa seorang pemimpin berusaha untuk mengupayakan 6 hal yaitu:

  1. Sidhi: yaitu kemampuan untuk bersahabat.
  2. Wigrha: artinya kemampuan untuk memisahkan setiap permasalahan atau persoalan serta dapat mempertahankan hubungan baik.
  3. Wibawa: yaitu memiliki kewibawaan.
  4. Winarya: artinya cakap dalam memimpin.
  5. Gasraya: kemampuan untuk menghadapi lawan atau musuh yang kuat.
  6. Stanha: dapat mempertahankan hubungan yang baik.

 Demikianlah beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin khususnya di Bali berdasarkan ajaran-ajaran Hindu yang menjadi keyakinan mayoritas masyarakat Bali. Dari keterangan diatas, walaupun tidak 100 prosen sempurna, minimal sebagai ”rakyat kecil” mampu menunjukkan pemimpin Bali yang diharapkan. Tulisan yang akan membuka mata hati kita sekaligus membentengi diri kita dari informasi-informasi sesat yang mem”vonis” baik-buruknya kepemimpinan sesorang.

1 thought on “Pemimpin Bali Menurut “Kawula Bali”

  1. Pingback: Merebut Tahta Pulau Dewata dari Dunia Maya

Leave a comment